Pembangunan Hotel di Yogyakarta, antara Kesejahteraan atau Kesengsaraan Rakyat
Oleh: Aulia Rahmawati (Sastra Arab 2021)
Sebagai Kota Pelajar, juga kota yang memiliki cukup banyak destinasi wisata, Kota Yogyakarta dijadikan tujuan oleh banyak orang sebagai tempat strategis mengembangkan bisnis dengan mendirikan hotel. Berdasarkan data dari Bappeda DIY menunjukkan bahwa jumlah hotel di Yogyakarta tahun 2021 mencapai 790 unit meskipun statusnya sangat sementara. Tak dapat dipungkiri, eksistensi hotel memang mendukung perekonomian di sektor pariwisata. Meski bukan satu-satunya indikator yang dapat dilihat, tetapi kenyataannya keberadaan hotel sangat diperhitungkan untuk meningkatkan jumlah wisatawan.
Akan tetapi, tentu saja pemerintah harus mengendalikan pembangunan yang menghabiskan banyak lahan hijau di Yogyakarta. Seperti permasalahan yang timbul belum lama ini, beberapa lokasi di Yogyakarta mengalami krisis air karena jumlah apartemen dan hotel yang meningkat di sekitar lokasinya. Lokasi tersebut antara lain Miliran, Penumping dan Gowongan. Sumur warga kering karena airnya lebih banyak diserap oleh pihak hotel dan apartemen.
Wisatawan yang meningkat tentu saja berbanding lurus dengan masalah sampah dan limbah yang juga semakin meningkat. Beberapa waktu yang lalu TPA di Bantul bahkan ditutup karena kebanyakan menerima sampah dari seluruh penjuru Yogyakarta. Jika melewati daerah itu, tak ayal orang-orang akan merasa miris dan bergidik saat melihat gunung sampah menumpuk di sana.
Inilah PR bagi pemerintahan untuk mencari solusi agar sektor pariwisata meningkat tetapi dengan lingkungan yang terjaga pula. Terlebih lingkungan alam yang buruk berpengaruh juga pada kondisi masyarakat sekitar. Krisis air, sungai yang kotor, lingkungan yang kumuh. Pada hakikatnya, pembangunan hotel lebih banyak memberikan dampak negatif.
RM. Aji Kusumo, aktivis lingkungan yang sempat ditahan dan divonis 3,5 bulan karena melakukan aksi solidaritas terhadap pembangunan apartemen Uttara The Icon di Jalan Kaliurang, Karangwuni, Caturtunggal, Depok, Sleman berkata, “Sekarang ini pengusaha, negara dan kaum intelektual bekerja sama menyengsarakan rakyat.” Sebagai mahasiswa yang termasuk bagian dari kaum intelektual inilah kita diingatkan untuk kembali ke tujuan awal, fokus pada pembangunan yang berkeadilan. Betapa banyak hotel yang dibangun di Yogyakarta, membabat lahan hijau, menghilangkan udara segar karena pohon dan tumbuhan yang banyak raib, membuat rakyat menderita. Tidak masalah meraup keuntungan dengan mengizinkan banyak hotel berdiri, akan tetapi solusi agar lingkungan tetap sehat dan hijau serta warga sejahtera juga harus diutamakan.
Pemerintah harus bekerja sama dengan ahli lingkungan dan mencetuskan solusi ini bersama-sama. Jika pembangunan hotel dan apartemen memang diperlukan, upayanya harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang telah dibuat. Pihak yang membangun juga harus memperhatikan hal tersebut dan mengurus izin mendirikan bangunan terlebih dahulu sebelum mulai membangun hotel atau penginapan lain yang skalanya lebih kecil.
Daftar Pustaka
Medium.com. (2019, 4 September). Pembangunan Hotel, “Atas Nama Kesejahteraan. Diakses pada 22 Agustus 2021, dari https://medium.com/@anggalihbayumuhammadkamim/pembangunanhotel-atas-nama-kesejahteraan-34e63b230a0e.
Mongabay.co.id. (2015, 29 April). Pembangunan Hotel Dan Mal di Yogyakarta Merusak Lingkungan. Mengapa? Diakses pada 22 Agustus 2021, dari https://www.mongabay.co.id/2015/04/29/pembangunan-hoteldan-mal-di-yogyakarta-merusak-lingkungan-mengapa/.
Perkim.id. (2020, 15 Desember). Krisis Air Akibat Pembangunan Hotel dan Apartemen di Yogyakarta. Diakses pada 22 Agustus 2021, dari https://perkim.id/permukiman/krisis-air-akibat-pembangunan-hotel-danapartemen-di-yogyakarta/.